Dua Pasang Hati
A
A
A
Mana mungkin.. dulu bukankah Feli yang mencium Keenan duluan, dan itu artinya...dia sayang banget dong sama Keenan? Tetapi kenyataannya, perempuan itu mengangguk.
Feli menatap Lara penuh harap, ”Bahagiain Keenan ya, Ra...Gue mohon banget. Gue mau nebus semua kesalahan gue ke lo.” Setelah bertemu dengan Feli di pagi hari, Lara jadi sedikit kehilangan semangat ke kantor Magenta. Perasaan dan benaknya masih saja dipenuhi pertanyaanpertanyaan mengenai pengakuan Feli yang dirasanya aneh dan janggal.
Biar begitu, dalam hati Lara sejujurnya, terselip perasaan bahagia, saat Feli berkata sejak dulu Keenan sudah menyukainya. Eh, tapi gimana mungkin? Pikir Lara, dia kan dari dulu selalu bersikap dingin pada dirinya. Bahkan ketika diajak nonton berdua atau makan saja, dia selalu menolak. Namun entah mengapa, hati kecil Lara seolah mempercayai apa yang dituturkan Feli padanya.
”Gavin!” panggil Lara, keduanya tak sengaja berpapasan di lobby kantor. Ia memerhatikan wajah Gavin yang membiru di bagian pipi. Pelan-pelan gadis itu menyentuhnya, ”Kamu...kenapa ini kok biru lagi sih?” Lara bertanya khawatir. ”Nggak pa-pa, aku lagi latian tinju, buat jagain kamu.”
”Latian tinju apa sih? Nggak cukup waktu itu aku omelin garagara ribut sama Panji?” Cowok itu hanya tersenyum simpul, kemudian mencubit gemas hidung Lara, ”Udah, nggak usah kamu pikirin ya. Bentar lagi juga baik.” ”Baik apanya? Sini, ikut aku. Taro salep dulu tuh memar kamu, kalo nggak nanti bisa bengkak,” ujar Lara, menarik lengan kekasihnya cepat-cepat.
Gavin hanya tersenyum, mendapati kelakuan pacarnya yang begitu baik dan perhatian. Meski hatinya sedikit kecewa, mengingat kejadian tadi pagi. Lara membawa cowoknya itu ke ruang pantry, lalu bergegas mengambil sebuah kotak P3K. Ia mengeluarkan gel kecil untuk menyamarkan bekas memar di wajah Gavin, lalu mengoleskan pelanpelan di pipi cowoknya.
Diam-diam tanpa sadar, sejak tadi mata Gavin memerhatikan wajah Lara yang begitu tulus mengobati lukanya. Ia pun mengecup pipi Lara penuh sayang, lalu tersenyum hangat padanya. Sontak ciuman itu menampilkan semburat rona merah di pipi Lara. ”Gavin... nanti diliat orang,” gumam Lara malu-malu.
”Kenapa emangnya? Kamu kan pacar aku,” balas Gavin jahil. ”Iya kan nggak enak, diliat orang, Yang...Ini kantor...” ”Hehehehe, gemes sih liat kamu,” cowok itu mencubit pipi, keduanya saling membalas senyum kemudian. ”Hmm, Ra.. udah beberapa hari ini kan kita kerja terus, dan minggu depan kita libur dua minggu. Mau pergi jalanjalan?” ”Oh ya? Ya ampun, aku kebanyakan kerja. Jadi lupa kalo minggu depan libur. Ke mana?” ”Aku... sih pengennya ke Bali.”
Lara termangu, ia merasa kayak orang lagi honey-moon aja, sampe ke Bali. ”Yang, jangan jauh-jauh... masa ke Bali?” Cowok itu menangguk. ”Iya, di sana paling enak buat liburan, Yang. Aku suka pantai soalnya... Kalo kamu mau, kamu boleh ajak Echa sama yang lain, kok. Gimana? Mau ya?” pinta Gavin, memohon agar kekasihnya itu setuju.
”Aku pikirin lagi ya, Vin,” sahut Lara akhirnya. Baginya permintaan Gavin ini sangat mendadak, tapi untunglah cowoknya itu mengizinkan Lara mengajak sobat terbaiknya. Mudah-mudahan saja... dengan liburan bersama, sejenak Lara bisa melupakan seluruh masalahnya. Maka saat jam istirahat, Lara mengirim pesan via BBM pada Echa, sobatnya yang paling doyan sama pantai.
Lara tersenyum kecil jika mengingat Echa selalu merasa seperti model Victoria Secret, kalo berada di pantai. Ya, wajar saja sih...Echa dianugerahi perawakan tubuh kurus tinggi menjulang seperti model, wajahnya pun tak kalah cantik dan sangat menggoda.
Tak heran, Ardio mati-matian berusaha menjaga wanita cantik itu. Lara Ardenia: Liburan yukkkkkkk say! Minggu depan kan kita libur. Yuukkks ;) Vanessa K. Haryadi: Wih, tumben banget lo, Nek. Bayarin yak! ;)Ke manski ngmng”? sama syp aja? Lara Ardenia: Bali, bok. ;;) Gavin, lo, Ardio sama gue. Vanessa K. Haryadi: (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Feli menatap Lara penuh harap, ”Bahagiain Keenan ya, Ra...Gue mohon banget. Gue mau nebus semua kesalahan gue ke lo.” Setelah bertemu dengan Feli di pagi hari, Lara jadi sedikit kehilangan semangat ke kantor Magenta. Perasaan dan benaknya masih saja dipenuhi pertanyaanpertanyaan mengenai pengakuan Feli yang dirasanya aneh dan janggal.
Biar begitu, dalam hati Lara sejujurnya, terselip perasaan bahagia, saat Feli berkata sejak dulu Keenan sudah menyukainya. Eh, tapi gimana mungkin? Pikir Lara, dia kan dari dulu selalu bersikap dingin pada dirinya. Bahkan ketika diajak nonton berdua atau makan saja, dia selalu menolak. Namun entah mengapa, hati kecil Lara seolah mempercayai apa yang dituturkan Feli padanya.
”Gavin!” panggil Lara, keduanya tak sengaja berpapasan di lobby kantor. Ia memerhatikan wajah Gavin yang membiru di bagian pipi. Pelan-pelan gadis itu menyentuhnya, ”Kamu...kenapa ini kok biru lagi sih?” Lara bertanya khawatir. ”Nggak pa-pa, aku lagi latian tinju, buat jagain kamu.”
”Latian tinju apa sih? Nggak cukup waktu itu aku omelin garagara ribut sama Panji?” Cowok itu hanya tersenyum simpul, kemudian mencubit gemas hidung Lara, ”Udah, nggak usah kamu pikirin ya. Bentar lagi juga baik.” ”Baik apanya? Sini, ikut aku. Taro salep dulu tuh memar kamu, kalo nggak nanti bisa bengkak,” ujar Lara, menarik lengan kekasihnya cepat-cepat.
Gavin hanya tersenyum, mendapati kelakuan pacarnya yang begitu baik dan perhatian. Meski hatinya sedikit kecewa, mengingat kejadian tadi pagi. Lara membawa cowoknya itu ke ruang pantry, lalu bergegas mengambil sebuah kotak P3K. Ia mengeluarkan gel kecil untuk menyamarkan bekas memar di wajah Gavin, lalu mengoleskan pelanpelan di pipi cowoknya.
Diam-diam tanpa sadar, sejak tadi mata Gavin memerhatikan wajah Lara yang begitu tulus mengobati lukanya. Ia pun mengecup pipi Lara penuh sayang, lalu tersenyum hangat padanya. Sontak ciuman itu menampilkan semburat rona merah di pipi Lara. ”Gavin... nanti diliat orang,” gumam Lara malu-malu.
”Kenapa emangnya? Kamu kan pacar aku,” balas Gavin jahil. ”Iya kan nggak enak, diliat orang, Yang...Ini kantor...” ”Hehehehe, gemes sih liat kamu,” cowok itu mencubit pipi, keduanya saling membalas senyum kemudian. ”Hmm, Ra.. udah beberapa hari ini kan kita kerja terus, dan minggu depan kita libur dua minggu. Mau pergi jalanjalan?” ”Oh ya? Ya ampun, aku kebanyakan kerja. Jadi lupa kalo minggu depan libur. Ke mana?” ”Aku... sih pengennya ke Bali.”
Lara termangu, ia merasa kayak orang lagi honey-moon aja, sampe ke Bali. ”Yang, jangan jauh-jauh... masa ke Bali?” Cowok itu menangguk. ”Iya, di sana paling enak buat liburan, Yang. Aku suka pantai soalnya... Kalo kamu mau, kamu boleh ajak Echa sama yang lain, kok. Gimana? Mau ya?” pinta Gavin, memohon agar kekasihnya itu setuju.
”Aku pikirin lagi ya, Vin,” sahut Lara akhirnya. Baginya permintaan Gavin ini sangat mendadak, tapi untunglah cowoknya itu mengizinkan Lara mengajak sobat terbaiknya. Mudah-mudahan saja... dengan liburan bersama, sejenak Lara bisa melupakan seluruh masalahnya. Maka saat jam istirahat, Lara mengirim pesan via BBM pada Echa, sobatnya yang paling doyan sama pantai.
Lara tersenyum kecil jika mengingat Echa selalu merasa seperti model Victoria Secret, kalo berada di pantai. Ya, wajar saja sih...Echa dianugerahi perawakan tubuh kurus tinggi menjulang seperti model, wajahnya pun tak kalah cantik dan sangat menggoda.
Tak heran, Ardio mati-matian berusaha menjaga wanita cantik itu. Lara Ardenia: Liburan yukkkkkkk say! Minggu depan kan kita libur. Yuukkks ;) Vanessa K. Haryadi: Wih, tumben banget lo, Nek. Bayarin yak! ;)Ke manski ngmng”? sama syp aja? Lara Ardenia: Bali, bok. ;;) Gavin, lo, Ardio sama gue. Vanessa K. Haryadi: (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)